Cinta.... kini sudah direkayasa, diotak-atik semanis madu (hei tapi berbisa)
Cinta... kini sudah jadi dilema, beritanya pun selalu jadi topik utama...”
Cinta... kini sudah jadi dilema, beritanya pun selalu jadi topik utama...”
Sorry sobat, bukannya kita ngajak kalian berdungdat ria nih. Apalagi sampe berjoged niruin sang Ratu Dangdut, Camelia Malik, saat mendendangkan hitsnya bertajuk ‘Rekayasa Cinta’ ini. Nggak kok. Kita cuma tertarik ama judul ama lirik lagunya itu lho. Pas banget ama kejadian sehari-hari di tengah kita yang berkaitan dengan cinta. Itu aja. Ya kalo pun jempol kaki dan tangan agak agak goyang dikit pas denger musik dungdat, itu kan udah dari sononya. Wacks!
Kita emang kudu akui kalo pasaran cinta kini nggak semurni madu yang dijual di peternakan lebah. Udah banyak bumbu-bumbu tambahannya alias rekayasa di sana-sini yang bikin cinta punya rasa bervariasi atau malah kehilangan rasa aslinya. Karena cinta adalah universal, setiap orang ngerasa berhak untuk memilikinya, memberikannya kepada orang lain yang dicintainya; atau memaknainya sesuai persepsi masing-masing. Dengan kata lain, nggak ada hak paten untuk urusan cinta. Betul?
Kalo udah begini, cinta jadi penuh misteri. Dan tentu bikin penasaran para pemburu cinta yang berlomba-lomba pengen ngerasain rasa cinta sejati. Apa semanis gula tebu? Sepahit empedu? Seasin garam batu? Seasem ketek yang bau? Segurih ingusmu (iyacks!! Jijay banget! Sori bro!)? atau justeru kombinasi dari semua rasa itu (hmm...yummy!)? Yang pasti, No body know till he fall in love.... ehm..ehm....
CINTA ADALAH
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cinta secara umum berarti ekspresi rasa suka kepada lawan jenis tanpa terikat oleh aturan adat atau agama. Dalam kamus nggak terlalu besar tapi lumayan tebel berbahasa arab, cinta berarti mahabbah. Ibnu Qayyim menuliskan bahwa sebagian alim ulama menjelaskan kata al-mahabbah berasal dari al-habbath, yang artinya air yang meluap karena hujan yang lebat. Dengan kata lain, istilah al-habbath dapat diartikan sebagai luapan rasa dan gejolak saat dirundung keinginan bertemu dengan sang kekasih. Dalam kamus para seniman, cinta adalah inspirasi untuk sebuah lagu, tema cerita, film, puisi, poem, sajak, pantun, karya tulis, lukisan di atas kanvas, atau solitude.
Dalam kamus Islam, rasa cinta adalah bagian dari fitrah manusia. Firman Allah Swt. : Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS Ali-Imran [3]: 14)
Secara khusus, cinta kepada manusia diibaratkan sifat magnetik yang menghadirkan daya tarik-menarik antar lawan jenis. Yup, seiring bertambahnya usia dan hormon yang mematangkan organ-organ reproduksi kita, rasa cinta mulai mencari tempatnya bermuara. Tanpa disadari, kita merasakan kebahagiaan (happiness), menyenangkan (comfort), kepercayaan (trust), persahabatan (friendship), dan kasih sayang (affection), ketika ada orang yang perhatian lalu menyatakan perasaan cintanya pada kita.
Perasaan ini merupakan perwujudan dari naluri melestarikan jenis (Gharizatun Na’u) yang Allah sematkan dalam diri kita sejak lahir. Sehingga kita termotivasi untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis. Dari sekadar berteman, jalan bareng, hubungan khusus, hingga mengikat janji setia dalam bingkai pernikahan. Rasa ini juga yang terlihat dalam hubungan kasih sayang orang tua kepada anaknya dalam sebuah keluarga, juga sebaliknya. Semuanya berproses secara alami tanpa rekayasa. Karena memang cinta itu bukan untuk dipaksakan, tapi dirasakan.
MEMBURU LABA DI BALIK CINTA
Di mata para kapitalis alias pemilik modal, cinta merupakan komoditi bisnis. Apalagi menjelang nongolnya hari kasih sayang sedunia yang dikenal dengan Valentine’s Day (VD). Jauh-jauh hari mereka udah banting tulang untuk menggiring opini via media massa agar perhatian masyarakat, khususnya remaja, tersedot untuk merayakan atau menjadikan tanggal 14 Februari sebagai moment spesial.
Otomatis, informasi seputar VD yang digeber media massa perlahan tapi pasti memancing antusias semua pihak untuk ikut hanyut dalam perayaan VD. VD kadung dimaknai sebagai moment untuk bertukar hadiah, memberikan bingkisan; atau merayakannya di tempat-tempat spesial. Walhasil, remaja yang paling keliatan sibuk berburu kado atau hadiah yang romantis bin melankolis untuk diberikan pada pujaan hati. Atau nyusun rencana perayaan yang istimewa di tempat yang istimewa dengan seseorang yang istimewa sambil menyantap makanan istimewa diiringi alunan musik syahdu yang istimewa. Pokoknya serba istimewa lah.
Ini yang bikin girang para pelaku industri. Cinta berhasil mereka rekayasa sehingga bisa menyerap penjualan berbagai produk berlabel cinta yang terpajang memenuhi etalasenya. Ada setangkai bunga mawar merah, putih, dan merah jambu, boneka Teddy Bear memegang bantalan berbentuk hati bertuliskan “I Love You”, atau Pernak-pernik Valentine berupa hadiah sepasang mangkok berukuran kecil. Lihat juga kantong belanjaan yang membengkak menjelang VD. Ada bola coklat, permen coklat, atau sepasang boneka cupid yang menjadi simbol kasih sayang. Pokoknya semua perlengkapan malam valentine udah terabsen dan siap diberikan pada yang terkasih.
Cinta juga menginspirasi para pengusaha hiburan untuk merekayasa realita cinta remaja yang dekat dengan keseharian pemirsa. Eng...ing...eng.... di-launching-lah reality show yang semakin mengokohkan cinta dipuncak tangga permasalahan hidup remaja. Ada Harap-harap Cemas, Katakan Cinta, Playboy Kabel dll. Semua sisi kisah cinta remaja diulik dengan apik bin menarik. Dari mulai pdkt, ungkapan cinta, pacar selingkuh, kasus temen tapi mesra, hingga ngetes kesetiaan pasangan. Komplit bo!
Sobat, kiprah para pengusaha yang menjadikan cinta sebagai bagian dari komoditi bisnis dah hiburan secara tidak langsung mempersempit ruang gerak cinta. Arti cinta tereduksi sebatas rasa suka kepada lawan jenis dalam format hubungan pacaran dan ajang baku syahwat. Akibatnya, cinta mulai dikecengin oleh setan dari segala sisi untuk menjerumuskan manusia. Gaswat tuh!
ANTARA CINTA DAN NAFSU
Dalam sebuah syair yang dikutip di bukunya Imam Ibnu Qayyim: “Entah pesonanya yang memikat, atau akalku yang sedang tidak di tempat.”
Mungkin ini yang bisa menjelaskan kepada kita kenapa orang sering bilang kalo cinta itu buta. Tak bisa membedakan mana yang baik, buruk, bermanfaat, atau bikin melarat. Semuanya seolah sah-sah saja dilakukan atas nama cinta. Pandangan kebebasan dalam mengekspresikan cinta inilah yang tengah dipopulerkan melalui perayaan VD. Tak sedikit perayaan VD yang berakhir di arena perzinahan yang dianggapnya sebagai ungkapan cinta tertinggi yang pantas diberikan pada pasangannya.
Gitu deh, ketika cinta sangat dimuliakan dan diagung-agungkan, godaan setan menyelinap dalam hati kita. Akibatnya, cinta dan hawa nafsu kian tak ada jarak. Nafsu syahwat telah memperalat cinta untuk berbuat maksiat. Kondisi ini sangat mudah ditemui pada orang pacaran.
Ungkapan cinta di awal hubungan, terutama bagi pria, cuman sebatas lips service untuk menutupi keinginannya menyalurkan hasrat seksual. Nggak ada yang ngejamin kamu atau pacar kamu bisa jaga diri alias tahan godaan ketika lagi asyik berduaan. Apalagi di tengah maraknya kampanye gaul bebas (baca: seks bebas) melalui media massa dan tayangan televisi yang dijajakan oleh para selebriti. Bisa-bisa cinta suci di antara mereka berubah status menjadi cinta birahi. Kata Ibnu Qayyim,...bila keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak boleh tidak akan timbul keinginan lain yang tidak diperoleh sebelumnya.” Waduh, hati-hati tuh!
‘Merekayasa’ CINTA KITA
Sobat, kalo kita ngomongin soal cinta, nggak harus langsung nyetel kepada urusan cowok-cewek yang saling jatuh cinta lho. Itu terlalu sederhana. Karena cinta itu begitu luas seperti yang udah kita paparkan diawal pembahasan. Biar kita nggak terjebak dalam jeratan hawa nafsu dan pemujaan terhadap cinta, ada baiknya kita tempatkan cinta kepada manusia sebagai bagian dari kecintaan kita kepada Allah swt. Firman Allah swt yang artinya: Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Rasulullah saw), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Ali-Imran [3]: 31)
Dari Anas r.a. ia berkata, telah bersabda Rasulullah saw: “Tidak beriman seorang hamba hingga aku lebih dicintai daripada keluarganya, hartanya, dan seluruh manusia yang lainnya.” (Mutafaq alaih)
Nah sobat, sekarang udah jelas dong kalo kita wajib mendahulukan cinta kita kepada Allah dan RasulNya tanpa harus kehilangan rasa cinta kepada yang lain. Karena Rasul juga mencontohkan kepada kita cara mengekspresikan cinta kepada orang tua, keluarga, saudara seakidah, lawan jenis, atau harta dan kekayaan. Sehingga cinta kita akan tetap terjaga dari godaan syetan dan mendapat berkah dariNya.
Dan kita boleh saja merekayasa cinta agar kita bisa lebih mencintai Allah Swt., RasulNya, Islam, dakwahnya, dan umatnya ini. Caranya, tumbuhkan kecintaan itu dengan berupaya mengenal Islam lebih dalam dengan membaca buku-buku Islam atau hadir dalam forum-forum pengajian. Sehingga kita bisa mengevaluasi diri sendiri dan amal perbuatan yang udah kita kerjain. Dengan begitu kita bisa memahami arti hidup di dunia ini untuk meraih ridhoNya. Simak juga kisah-kisah para shahabat yang rela mengorbankan harta, kekayaan, perniagaan, hingga keluarga demi untuk mendapatkan cintaNya.
Untuk urusan cinta kepada lawan jenis, kita bisa renungkan sepenggal catatan dari seorang teman berikut:”Ya Rabb, ketika aku jatuh cinta, ijinkan ia datang pada waktu yang tepat dimana cinta itu akan membuatku selalu mengingatMu, dan bukan melupakanMu. Ketika aku jatuh cinta, cintakan hamba pada seseorang yang senantiasa mencintaiMu, dan bisa membuatku semakin mencintaiMu. Ketika aku jatuh cinta, jagalah hati hamba, agar cinta itu tidak berbalik menjadi mata pisau tajam yang siap memporak-porandakan cintaku kepadaMu”.
So, mari kita rekayasa cinta untuk mendapat cinta dari Sang Pemilik Cinta. Yuk? Tunggu apalagi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar