GMC dilihat dari Condong Catur Yogya, 4 Jan 2011 |
GMC dilihat dr Polda di Yogyakarta |
Menurut mitos orang Jawa, kata sebagian temanku, kalau ada kluwung (mereka biasa menyebut fenomena GMC yang terjadi pada matahari atau bulan dengan sebutan demikian) konon, dalam waktu dekat akan ada pagebluk, musibah bahkan pertumpahan darah, kata yang lain menimpali. Apalagi GMC kali ini terlihat sangat besar sepertinya mengcover wilayah Jogja. sebagai orang yang beriman yang tidak boleh percaya begitu saja terhadap sebuah berita, apalagi mitos aku cuman manggut-mangut saja. Segala informasi yang datang memang selayaknya harus kita cross cek kebenarannya, atau paling tidak ada referensi yang bisa dipertanggungjawabkan. Kalau ada sedikit berita kemudian kita denga cepat mempercayai, bisa terjadi kehebohan kayak yang terjadi di padang Oktober 2010 kemarin. masih inget kan? hehehe ampek-ampek sekolah aja dipulangkan gara-gara sms berantai yang berisi tentang fenomena GMC yang dipandang sebagai pertanda musibah atau marabahaya dalam waktu dekat. demi menghindari yang demikian maka aku coba mencari referensi ilmiah yang bisa menjelaskan fenomena GMC.
GMC Oktober 2010 terlihat dari Padang Sumatera Barat |
Penjelasan Ilmiah GMC
Dari hasil penelusuranku maka penjelasan ilmiah terhadp fenomena Gerhana Matahari Cincin bisa dijelaskan sebagai berikut :
“Fenomena halo (bahasa Greek: ἅλως) adalah lingkaran cahaya seakan-akan pelangi yang mengelilingi Matahari atau Bulan. Ia adalah sejenis fenomena optik. Ia adalah fenomena yang lebih kerap terjadi daripada kejadian pelangi.
Halo (ἅλως; disebut juga nimbus, icebow, atau Gloriole) adalah fenomena optikal berupa lingkaran cahaya di sekitar Matahari dan Bulan, dan kadang-kadang pada sumber cahaya lain seperti lampu penerangan jalan. Ada berbagai macam halo, tapi umumnya halo muncul disebabkan oleh kristal es pada awan cirrus yang dingin yang berada 5–10 km diatas troposfer. Bentuk dan lokasi kristal es menentukan tipe halo apa yang akan terlihat. Cahaya yang dipantulkan pada kristal es dapat terpecah menjadi lebih dari satu warna, sama seperi pada pelangi.
Halo juga kadang-kadang dapat muncul di dekat permukaan bumi, ketika ada kristal es yang disebut debu berlian. Kejadian ini dapat terjadi pada cuaca yang sangat dingin, ketika kristal es terbentuk di dekat permukaan dan memantulkan cahaya.
Halo juga kadang-kadang dapat muncul di dekat permukaan bumi, ketika ada kristal es yang disebut debu berlian. Kejadian ini dapat terjadi pada cuaca yang sangat dingin, ketika kristal es terbentuk di dekat permukaan dan memantulkan cahaya.
Namun…
Seringkali kristal-kristal yang tenggelam di dalam udara menjadi vertikal selaras sehingga sinar matahari dibiaskan horizontal, maka terjadilah fenomena Sundogs ato Parhelion, yaitu fenomena atmosferik yang menghasilkan titik terang cahaya di langit. (Inget kejadian munculnya Matahari kembar atau 4 matahari di China tanggal 27 Maret 2009)
Menurut Bambang Setiahadi, peneliti dari Stasiun Pengamatan Matahari Watukosek yang tercakup dalam Stasiun Pengamatan Dirgantara Lapan di Watukosek, Jawa Timur, halo yang terlihat melingkari Matahari tersebut sebenarnya merupakan hasil pembelokan cahaya Matahari oleh partikel uap air di atmosfer.
"Jadi, pada musim hujan ini partikel uap air ada yang naik hingga tinggi sekali di atmosfer. Partikel air memiliki kemampuan untuk membelokkan atau membiaskan cahaya Matahari," papar Bambang saat dihubungi Selasa petang.
Karena terjadi pada siang hari, saat posisi Matahari sedang tegak lurus terhadap Bumi, maka cahaya yang dibelokkan juga lebih kecil. "Itu sebabnya yang tampak di mata masyarakat yang kebetulan menyaksikannya adalah lingkaran gelap di sekeliling Matahari," tambahnya.
Fenomena itu sebenarnya sama saja dengan proses terbentuknya pelangi pada pagi atau sore hari setelah hujan. Menurut Bambang, lengkungan pelangi sering terlihat di bagian bawah cakrawala karena partikel uap air yang membelokkan cahaya Matahari berkumpul di bagian bawah atmosfer. Di sisi lain, pada pagi atau sore hari Matahari pun masih berada pada sudut yang rendah.
Pada siang hari, saat Matahari pada posisi tegak lurus terhadap Bumi, kemampuan pembelokan cahaya menjadi rendah sehingga warna yang terlihat sangat terbatas. "Warnanya terlihat gelap karena pandangan ke arah Matahari juga terhalang debu. Kalau pada pagi hari, saat udara masih bersih, yang tampak adalah warna kemerahan," kata Bambang.
Tidak mengherankan bila fenomena halo ini juga hanya terlihat pada siang hari, sekitar pukul 12.00-1300. Selain itu, sama seperti pelangi, fenomena halo juga hanya bisa disaksikan pada musim hujan.
"Nanti setelah musim hujan berakhir, tak ada lagi halo maupun pelangi. Soalnya, di atmosfer sudah tidak ada lagi uap air," ujarnya.
Merenungi Fenomena Matahari
Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an surat Asy-Syams ayat 1 – 10, yang artinya:
1. Demi matahari dan cahayanya di pagi hari,
2. Demi bulan ketika mengiringinya,
3. Demi siang ketika menampakkannya,
4. Demi malam ketika menutupinya,
5. Demi langit dan (Allah) yang membangunnya,
6. Demi bumi dan (Allah) yang menghamparkannya,
7. Demi jiwa dan (Allah) yang menyempurnakannya,
8. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa kefasikan dan ketakwaan,
9. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu,
10. dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya,
Banyak makna bisa diungkap dari fenomena astronomis itu yang mungkin jarang kita renungkan untuk menyucikan jiwa kita. Misalnya, matahari sesaat setelah terbit yang disebut di awal surat.
Matahari di kaki langit tampak lebih besar daripada ketika berada di atas kepala. Padahal, ukuran piringan matahari itu tidak berubah, selain efek refraksi atmosfer yang menyebabkannya tampak sedikit lonjong. Besarnya sekitar setengah derajat atau kira-kira setengah lebar ujung telunjuk bila direntangkan ke depan sepanjang lengan.
Pola pikir manusia yang bersifat nisbi menyebabkan kesan besarnya matahari di kaki langit. Ketika itu matahari tampak besar karena dibandingkan dengan latar depan pepohonan, bangunan, atau benda lainnya yang tampak kecil di kejauhan. Demikianlah, jiwa manusia cenderung merasa diri besar, kuat, kaya, pandai, atau terhormat karena membandingkannya dengan yang kecil, lemah, miskin, bodoh, atau jelata.
Matahari ketika tengah hari tampak kecil karena dibandingkan dengan langit yang luas. Demikian pula pola pikir yang nisbi akan membawa kita sampai pada kesimpulan diri kita kecil, lemah, miskin, bodoh, atau terhina bila kita menyadari ada yang lebih besar, lebih kuat, lebih kaya, lebih pandai, dan lebih terpuji.
Itulah ”psiko-astronomis” fenomena matahari. Memang, fenomena alam dengan proses spesifik yang disebut di dalam Surat Asy-Syams kaya akan pelajaran untuk direnungkan. Matahari sebagai objek sentral pada empat ayat pertama tampaknya dijadikan perlambang untuk perenungan.
Perenungan fenomena alam semestinya membimbing kearah penyucian jiwa, menyadari kenisbian manusia. Sifat dan sikap takabur merupakan pengotor jiwa yang bisa muncul dalam bentuk sikap otoriter, diskriminatif, dan menindas.
Imam Ghozali pernah berpesan, jadilah Muslim seperti matahari. Ia bersinar karena kualitas pribadinya. Dan ia mampu menerangi dan menghangatkan sekitarnya. Mampu memberi manfaat bagi masyarakatnya.
Menurut Bambang Setiahadi, peneliti dari Stasiun Pengamatan Matahari Watukosek yang tercakup dalam Stasiun Pengamatan Dirgantara Lapan di Watukosek, Jawa Timur, halo yang terlihat melingkari Matahari tersebut sebenarnya merupakan hasil pembelokan cahaya Matahari oleh partikel uap air di atmosfer.
GMC Yogya 4 jan 2011 |
"Jadi, pada musim hujan ini partikel uap air ada yang naik hingga tinggi sekali di atmosfer. Partikel air memiliki kemampuan untuk membelokkan atau membiaskan cahaya Matahari," papar Bambang saat dihubungi Selasa petang.
Karena terjadi pada siang hari, saat posisi Matahari sedang tegak lurus terhadap Bumi, maka cahaya yang dibelokkan juga lebih kecil. "Itu sebabnya yang tampak di mata masyarakat yang kebetulan menyaksikannya adalah lingkaran gelap di sekeliling Matahari," tambahnya.
Fenomena itu sebenarnya sama saja dengan proses terbentuknya pelangi pada pagi atau sore hari setelah hujan. Menurut Bambang, lengkungan pelangi sering terlihat di bagian bawah cakrawala karena partikel uap air yang membelokkan cahaya Matahari berkumpul di bagian bawah atmosfer. Di sisi lain, pada pagi atau sore hari Matahari pun masih berada pada sudut yang rendah.
Pada siang hari, saat Matahari pada posisi tegak lurus terhadap Bumi, kemampuan pembelokan cahaya menjadi rendah sehingga warna yang terlihat sangat terbatas. "Warnanya terlihat gelap karena pandangan ke arah Matahari juga terhalang debu. Kalau pada pagi hari, saat udara masih bersih, yang tampak adalah warna kemerahan," kata Bambang.
Tidak mengherankan bila fenomena halo ini juga hanya terlihat pada siang hari, sekitar pukul 12.00-1300. Selain itu, sama seperti pelangi, fenomena halo juga hanya bisa disaksikan pada musim hujan.
"Nanti setelah musim hujan berakhir, tak ada lagi halo maupun pelangi. Soalnya, di atmosfer sudah tidak ada lagi uap air," ujarnya.
GMC dilihat dr wilayah Sleman, 4 jan 2011 |
Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an surat Asy-Syams ayat 1 – 10, yang artinya:
1. Demi matahari dan cahayanya di pagi hari,
2. Demi bulan ketika mengiringinya,
3. Demi siang ketika menampakkannya,
4. Demi malam ketika menutupinya,
5. Demi langit dan (Allah) yang membangunnya,
6. Demi bumi dan (Allah) yang menghamparkannya,
7. Demi jiwa dan (Allah) yang menyempurnakannya,
8. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa kefasikan dan ketakwaan,
9. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu,
10. dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya,
Banyak makna bisa diungkap dari fenomena astronomis itu yang mungkin jarang kita renungkan untuk menyucikan jiwa kita. Misalnya, matahari sesaat setelah terbit yang disebut di awal surat.
Matahari di kaki langit tampak lebih besar daripada ketika berada di atas kepala. Padahal, ukuran piringan matahari itu tidak berubah, selain efek refraksi atmosfer yang menyebabkannya tampak sedikit lonjong. Besarnya sekitar setengah derajat atau kira-kira setengah lebar ujung telunjuk bila direntangkan ke depan sepanjang lengan.
Pola pikir manusia yang bersifat nisbi menyebabkan kesan besarnya matahari di kaki langit. Ketika itu matahari tampak besar karena dibandingkan dengan latar depan pepohonan, bangunan, atau benda lainnya yang tampak kecil di kejauhan. Demikianlah, jiwa manusia cenderung merasa diri besar, kuat, kaya, pandai, atau terhormat karena membandingkannya dengan yang kecil, lemah, miskin, bodoh, atau jelata.
Matahari ketika tengah hari tampak kecil karena dibandingkan dengan langit yang luas. Demikian pula pola pikir yang nisbi akan membawa kita sampai pada kesimpulan diri kita kecil, lemah, miskin, bodoh, atau terhina bila kita menyadari ada yang lebih besar, lebih kuat, lebih kaya, lebih pandai, dan lebih terpuji.
Itulah ”psiko-astronomis” fenomena matahari. Memang, fenomena alam dengan proses spesifik yang disebut di dalam Surat Asy-Syams kaya akan pelajaran untuk direnungkan. Matahari sebagai objek sentral pada empat ayat pertama tampaknya dijadikan perlambang untuk perenungan.
Perenungan fenomena alam semestinya membimbing kearah penyucian jiwa, menyadari kenisbian manusia. Sifat dan sikap takabur merupakan pengotor jiwa yang bisa muncul dalam bentuk sikap otoriter, diskriminatif, dan menindas.
Imam Ghozali pernah berpesan, jadilah Muslim seperti matahari. Ia bersinar karena kualitas pribadinya. Dan ia mampu menerangi dan menghangatkan sekitarnya. Mampu memberi manfaat bagi masyarakatnya.
diramu dr berbagai sumber diantaranya : www,wikipedia.com, www.wahanapress.net, http://www.fedoce.co.cc/
dr sragen jg terlihat jelas bnget gan
BalasHapuswah...sempat degdegan ndak ya? hehehe
BalasHapus