Pernakah anda berpikir siapa wanita pertama yang pertama kali masuk surga ??apakah anda menduga bahwa wanita yang pertama masuk surga itu adalah Siti Fatimah? Atau ibunda beliau Siti Khadijah, atau Siti Aisyah ataukah salah satu dari keluarga Rasulullah Saw lainnya? Mmm. Jika iya, jawaban anda ternyata salah. Inilah hebatnya Islam, tidak mengenal istilah ‘nepotisme’ (hehehe). Ternyata wanita yang diperkenankan masuk surga pertama kali adalah seorang wanita yang bernama Muti’ah. Anda kaget? Sama seperti Siti Fatimah ketika itu, yang mengira dirinyalah yang pertama kali masuk surga. Apakah Muti'ah memiliki amalan yang luar biasa? ternyata tidak, amalannya sangat sederhana......
Siapakah Muti’ah? Karena rasa penasaran yang tinggi, Siti Fatimah pun mencari seorang wanita yang bernama Muti’ah ketika itu. Beliau juga ingin tahu, amal apakah yang bisa membuat wanita itu bisa masuk surga pertama kali? Mmm, pencarian pun dimulai, sodare-sodare…
Setelah bertanya-tanya, akhirnya Siti Fatimah mengetahui rumah seorang wanita yang bernama Muti’ah tersebut. Kali ini ia ingin bersilaturahmi ke rumah wanita tersebut, ingin melihat lebih dekat kehidupannya. Waktu itu, Siti Fatimah berkunjung bersama dengan anaknya yang masih kecil, Hasan. Setelah mengetuk pintu, terjadilah dialog.
“Di luar, siapa?” kata Muti’ah tidak membukakan pintu.
“Saya Fatimah, putri Rasulullah”
“Oh, iya. Ada keperluan apa?”
“Saya hanya berkunjung saja”
“Anda seorang diri atau bersama dengan lainnya?”
“Saya bersama dengan anak saya, Hasan?”
“Maaf, Fatimah. Saya belum mendapatkan izin dari suami saya untuk menerima tamu laki-laki”
“Tetapi Hasan masih anak-anak”
“Walaupun anak-anak, dia lelaki juga kan? Maaf ya. Kembalilah besok, saya akan meminta izin dulu kepada suami saya”
“Baiklah” kata Fatimah dengan nada kecewa. Setelah mengucapkan salam, ia pun pergi.
Keesokan harinya, Siti Fatimah kembali berkunjung ke rumah Muti’ah. Selain mengajak Hasan, ternyata Husein (saudara kembar Hasan) merengek meminta ikut juga. Akhirnya mereka bertiga pun berkunjung juga ke rumah Muti’ah. Terjadilah dialog seperti hari kemarin.
“Suami saya sudah memberi izin bagi Hasan”
“Tetapi maaf, Muti’ah. Husein ternyata merengek meminta ikut. Jadi saya ajak juga!”
“Dia perempuan?”
“Bukan, dia lelaki”
“Wah, saya belum memintakan izin bagi Husein.”
“Tetapi dia juga masih anak-anak”
“Walaupun anak-anak, dia juga lelaki. Maaf ya. Kembalilah esok!”
“Baiklah” Kembali Siti Fatimah kecewa. Namun rasa penasarannya demikian besar untuk mengetahui, rahasia apakah yang menyebabkan wanita yang akan dikunjunginya tersebut diperkanankan masuk surga pertama kali.
Akhirnya hari esok pun tiba. Siti Fatimah dan kedua putranya kembali mengunjungi kediaman Mutiah. Karena semuanya telah diberi izin oleh suaminya, akhirnya mereka pun diperkenankan berkunjung ke rumahnya. Betapa senangnya Siti Fatimah karena inilah kesempatan bagi dirinya untuk menguak misteri wanita tersebut.
Menurut Siti Fatimah, wanita yang bernama Muti’ah sama juga seperti dirinya dan umumnya wanita. Ia melakukan shalat dan lainnya. Hampir tidak ada yang istimewa. Namun, Siti Fatimah masih penasaran juga. Hingga akhirnya ketika telah lama waktu berbincang, “rahasia” wanita itu tidak terkuak juga. Akhirnya, Muti’ah pun memberanikan diri untuk memohon izin karena ada keperluan yang harus dilakukannya.
“Maaf Fatimah, saya harus ke ladang!”
“Ada keperluan apa?”
“Saya harus mengantarkan makanan ini kepada suami saya”
“Oh, begitu”
Tidak ada yang salah dengan makanan yang dibawa Muti’ah yang disebut-sebut sebagai makanan untuk suaminya. Namun yang tidak habis pikir, ternyata Muti’ah juga membawa sebuah cambuk.
“Untuk apa cambuk ini, Muti’ah?” kata Fatimah penasaran.
“Oh, ini. Ini adalah kebiasaanku semenjak dulu”
Fatimah benar-benar penasaran. “Ceritakanlah padaku!”
“Begini, setiap hari suamiku pergi ke ladang untuk bercocok tanam. Setiap hari pula aku mengantarkan makanan untuknya. Namun disertai sebuah cambuk. Aku menanyakan apakah makanan yang aku buat ini enak atau tidak, apakah suaminya seneng atau tidak. Jika ada yang tidak enak, maka aku ikhlaskan diriku agar suamiku mengambil cambuk tersebut kemudian mencambukku. Ini aku lakukan agar suamiku ridlo dengan diriku. Dan tentu saja melihat tingkah lakuku ini, suamiku begitu tersentuh hatinya. Ia pun ridlo atas diriku. Dan aku pun ridlo atas dirinya”
“Masya Allah, hanya demi menyenangkan suami, engkau rela melakukan hal ini, Muti’ah?”
“Saya hanya memerlukan keridloannya. Karena istri yang baik adalah istri yang patuh pada suami yang baik dan sang suami ridlo kepada istrinya”
“Ya… ternyata inilah rahasia itu”
“Rahasia apa ya Fatimah?” Mutiah juga penasaran.
“Rasulullah Saw mengatakan bahwa dirimu adalah wanita yang diperkenankan masuk surga pertama kali. Ternyata semua baktimu yang tinggi kepada seorang suami yang sholeh.”
“Masya Allah… Subhanallah…
Siapakah Muti’ah? Karena rasa penasaran yang tinggi, Siti Fatimah pun mencari seorang wanita yang bernama Muti’ah ketika itu. Beliau juga ingin tahu, amal apakah yang bisa membuat wanita itu bisa masuk surga pertama kali? Mmm, pencarian pun dimulai, sodare-sodare…
Setelah bertanya-tanya, akhirnya Siti Fatimah mengetahui rumah seorang wanita yang bernama Muti’ah tersebut. Kali ini ia ingin bersilaturahmi ke rumah wanita tersebut, ingin melihat lebih dekat kehidupannya. Waktu itu, Siti Fatimah berkunjung bersama dengan anaknya yang masih kecil, Hasan. Setelah mengetuk pintu, terjadilah dialog.
“Di luar, siapa?” kata Muti’ah tidak membukakan pintu.
“Saya Fatimah, putri Rasulullah”
“Oh, iya. Ada keperluan apa?”
“Saya hanya berkunjung saja”
“Anda seorang diri atau bersama dengan lainnya?”
“Saya bersama dengan anak saya, Hasan?”
“Maaf, Fatimah. Saya belum mendapatkan izin dari suami saya untuk menerima tamu laki-laki”
“Tetapi Hasan masih anak-anak”
“Walaupun anak-anak, dia lelaki juga kan? Maaf ya. Kembalilah besok, saya akan meminta izin dulu kepada suami saya”
“Baiklah” kata Fatimah dengan nada kecewa. Setelah mengucapkan salam, ia pun pergi.
Keesokan harinya, Siti Fatimah kembali berkunjung ke rumah Muti’ah. Selain mengajak Hasan, ternyata Husein (saudara kembar Hasan) merengek meminta ikut juga. Akhirnya mereka bertiga pun berkunjung juga ke rumah Muti’ah. Terjadilah dialog seperti hari kemarin.
“Suami saya sudah memberi izin bagi Hasan”
“Tetapi maaf, Muti’ah. Husein ternyata merengek meminta ikut. Jadi saya ajak juga!”
“Dia perempuan?”
“Bukan, dia lelaki”
“Wah, saya belum memintakan izin bagi Husein.”
“Tetapi dia juga masih anak-anak”
“Walaupun anak-anak, dia juga lelaki. Maaf ya. Kembalilah esok!”
“Baiklah” Kembali Siti Fatimah kecewa. Namun rasa penasarannya demikian besar untuk mengetahui, rahasia apakah yang menyebabkan wanita yang akan dikunjunginya tersebut diperkanankan masuk surga pertama kali.
Akhirnya hari esok pun tiba. Siti Fatimah dan kedua putranya kembali mengunjungi kediaman Mutiah. Karena semuanya telah diberi izin oleh suaminya, akhirnya mereka pun diperkenankan berkunjung ke rumahnya. Betapa senangnya Siti Fatimah karena inilah kesempatan bagi dirinya untuk menguak misteri wanita tersebut.
Menurut Siti Fatimah, wanita yang bernama Muti’ah sama juga seperti dirinya dan umumnya wanita. Ia melakukan shalat dan lainnya. Hampir tidak ada yang istimewa. Namun, Siti Fatimah masih penasaran juga. Hingga akhirnya ketika telah lama waktu berbincang, “rahasia” wanita itu tidak terkuak juga. Akhirnya, Muti’ah pun memberanikan diri untuk memohon izin karena ada keperluan yang harus dilakukannya.
“Maaf Fatimah, saya harus ke ladang!”
“Ada keperluan apa?”
“Saya harus mengantarkan makanan ini kepada suami saya”
“Oh, begitu”
Tidak ada yang salah dengan makanan yang dibawa Muti’ah yang disebut-sebut sebagai makanan untuk suaminya. Namun yang tidak habis pikir, ternyata Muti’ah juga membawa sebuah cambuk.
“Untuk apa cambuk ini, Muti’ah?” kata Fatimah penasaran.
“Oh, ini. Ini adalah kebiasaanku semenjak dulu”
Fatimah benar-benar penasaran. “Ceritakanlah padaku!”
“Begini, setiap hari suamiku pergi ke ladang untuk bercocok tanam. Setiap hari pula aku mengantarkan makanan untuknya. Namun disertai sebuah cambuk. Aku menanyakan apakah makanan yang aku buat ini enak atau tidak, apakah suaminya seneng atau tidak. Jika ada yang tidak enak, maka aku ikhlaskan diriku agar suamiku mengambil cambuk tersebut kemudian mencambukku. Ini aku lakukan agar suamiku ridlo dengan diriku. Dan tentu saja melihat tingkah lakuku ini, suamiku begitu tersentuh hatinya. Ia pun ridlo atas diriku. Dan aku pun ridlo atas dirinya”
“Masya Allah, hanya demi menyenangkan suami, engkau rela melakukan hal ini, Muti’ah?”
“Saya hanya memerlukan keridloannya. Karena istri yang baik adalah istri yang patuh pada suami yang baik dan sang suami ridlo kepada istrinya”
“Ya… ternyata inilah rahasia itu”
“Rahasia apa ya Fatimah?” Mutiah juga penasaran.
“Rasulullah Saw mengatakan bahwa dirimu adalah wanita yang diperkenankan masuk surga pertama kali. Ternyata semua baktimu yang tinggi kepada seorang suami yang sholeh.”
“Masya Allah… Subhanallah…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar