Sobat sekalian, pada bulan ini hampir seluruh remaja menantikan moment yang menurut
sebagian mereka sangat-sangat special. Apa itu? Yakni hari kasih sayang,
valentine day, 14 Pebruari. Jauh-jauh hari mereka telah menyiapkan kado, coklat, bunga ataupun hadiah istimewa untuk orang yang mereka sayangi.
Ironinya itu semua mereka peruntukkan untuk yayang (pacar) mereka.
Somebody yang mungkin baru dikenal beberapa minggu, bulan ataupun sekian
tahun. Ada yang mereka lupakan, yaitu seseorang yang senantiasa menyayanginya,
merindukannya, mengkhawatirkannya setiap saat, kasihnya tanpa pamrih, tulus dan tidak mengharapkan
balasan. Namun justru ia luput dari
perhatian. Siapakah dia. Dialah ibu kita.
Coba
bayangkan, saat bunda merindukanmu dan ingin memelukmu, kau justru merasa
risih. Kau malu memperkenalkan bundamu kepada kekasihmu, teman-temanmu. Kau
malu jika berjalan bersamanya. Kau merasa terganggu bila ia menelponmu atau
menanyakan kabarmu. Kau lebih cepat membalas SMS kekasihmu, daripada membalas
SMS ibumu. Engkau lebih perhatian kepda kekasihmu dengan memebrikan berbagai
macam hadiah di setiap minggunya, terutama bulan ini, tapi sedikitpun engkau
tidak pernah memberi sesuatu kepada ibumu.
Setiap kali berbicara tentang masalah kesuksesan, ada satu hal
yang sering terlewatkan, yaitu kesuksesan membahagiakan hati orangtua. Tak
dapat dipungkiri bahwa orangtua adalah orang yang paling berjasa dan paling
besar andilnya dalam meraih sebuah kesuksesan. Tanpa kasih sayang mereka, tentu
kita tak akan bisa tumbuh sempurna seperti saat ini. Tanpa do’a dan jerih payah
mereka, tentu kita tidak akan pernah mencapai keberhasilan dalam kehidupan ini.
Kita melihat betapa banyak orang sukses meniti karier, sukses
berbisnis, sukses meraih gelar akademik, namun sayangnya mereka semakin berani
memarahi, bahkan membentak orangtuanya. Orangtua seringkali dianggap kolot dan
ketinggalan jaman, hingga kata-katanya tidak perlu diindahkan. Orang-orang
semacam ini, bukanlah orang yang sukses. Sekiranya mereka sukses, maka
kesuksesan mereka tak lebih dari kesuksesan semu. Fatamorgana. Mereka
sesungguhnya orang-orang gagal yang tidak tahu cara membalas budi.
Kesuksesan- Kesuksesan Semu!
Mengapa kesuksesan membahagiakan hati orangtua seringkali tidak
dijadikan faktor utama dan pembahasan terpenting dalam menggapai sebuah
kesuksesan? Jawabannya sederhana! Sebab kita lebih banyak belajar teori dan
membaca buku-buku dari para motivator Barat. Orang-orang Barat memandang
kesuksesan selalu dari paradigma materialistis.
Sukses menurut mereka, adalah saat Anda berhasil meraih karier,
populuritas, kekayaan, jabatan, memiliki banyak relasi dan teman atau apa pun
yang berhubungan dengan kesenangan keduniawian, itulah yang namanya sukses.
Oleh sebab itu, mereka berusaha mendapatkannya dengan berbagai cara.
Seringkali tanpa mengindahkan norma-norma kesusilaan dan aturan sosial
kemasyarakatan. Jika kesenangan itu gagal mereka dapatkan, maka jalan terakhir
yang mereka tempuh adalah dengan cara mengakhiri hidup alias bunuh diri. Inilah
paradigma kesuksesan Barat!!!
Kita tak akan mendapatkan cara berbakti yang baik dari orang-orang
yang tidak pernah menghormati orangtunya. Kita bisa melihat bagaimana orang
Barat memperlakukan orang tuanya, tak lebih baik daripada barang-barang antik. “Segala yang
tua-tua mendapatkan perawatan dan pemeliharaan yang serius, kecuali orangtua.”
Itulah diantara kesan menonjol yang mudah tertangkap, jika suatu saat Anda
berkesempatan berjalan-jalan di kota-kota Eropa seperti: Inggris, Jerman,
Belanda, atau Perancis.
Mobil-mobil tua, guci dan keramik tua, perhiasan-perhiasan tua,
peralatan tua, perkakas tua, bahkan perkamen yang berusia ratusan tahun dirawat
dengan seksama di dalam museum dengan biaya pemeliharaan yang sangat besar.
Namun, tidak demikian dengan orangtua. Mereka hanya dimasukkan ke panti-panti
jompo. Anak-anak mereka tidak mau lagi bersanding atau merawatnya.
Bukan cerita menarik lagi, kalau semakin lanjut usia orangtua,
mereka dianggap semakin merepotkan dan mengganggu aktivitas anak-anaknya. Kalau
sudah begitu, maka tak jarang sang anak akan menawarkan, “Ibu mau tinggal di
panti jompo yang mana?” atau “Biar pembantu nanti yang merawat Ayah!”
Jika orangtuanya sudah dirawat di panti jompo, jangan harap sang
ayah atau ibunya mudah untuk bertemu kembali dengan anak-anaknya. Jika ingin
bertemu mereka harus buat janji, atau paling tidak mereka harus menelpon
terlebih dahulu. Jika tidak sesuai jadwal, anak-anaknya tak segan-segan
memarahi orangtuanya, bahkan mengusirnya dari rumah mereka. Astaghfirullah…
Bahkan, yang paling mengenaskan, ada seorang anak yang diberitakan
bahwa orangtuanya meninggal dunia. Dia beralasan masih sibuk dengan aktivitas
bisnisnya, dan sama sekali tidak ada waktu untuk datang. Kendatipun hanya
sekedar melihat wajah orang tuanya untuk yang terakhir kalinya. Ia cukup
menghubungi sebuah yayasan untuk mengurusi semua keperluan yang berhubungan
dengan jenazah, hingga urusan pemakaman. Inilah sisi dari peradaban “modern”
Barat yang menggambarkan bagaimana nasib orang-orang tua di negara yang katanya
mengagung-agungkan HAM (Hak Asasi Manusia)!!!
Jangan Biarkan Air Matanya Menetes Lagi!
Sobat, kendatipun perilaku bangsa kita tidak sekejam orang-orang
Barat, namun sedikit banyaknya generasi muda kita telah mempraktekkan bagaimana
mereka menganggap berani melawan orangtua sebagai sikap kedewasaan, disamping
trend ala “sinetron remaja”.
Seorang anak ABG masih dianggap “anak mami” jika masih nurut kata
orangtuanya. Seseorang dianggap pengecut, bila belum mampu berteriak-teriak
memaki-maki orangtuanya, marah sembari membanting pintu kamar keras-keras, atau
memecahkan peralatan rumah tangga. Semua itu didapatkan dari pelajaran tontonan
sinetron-sinetron dan tayangan film di televisi. Tentu saja, media massa dalam
hal in harus turut bertanggung jawab atas kemerosotan moral generasi muda!!!
Tayangan-tayangan dan acara-acara infotainment pun, tak jarang
secara tidak langsung memberikan pengajaran bagaimana para artis memperlakukan
orang tuanya. Sering kali kita saksikan ada seorang artis yang berseteru dengan
ibunya. Bahkan, dia mengadakan jumpa pers untuk memberitahukan kejelekan
ibunya. Ada pula yang tidak mau mengunjungi rumah ibunya, ketika sudah populer
menjadi tokoh publik. Anehnya, mereka bangga dengan perilaku semacam ini, dan
ironisnya lagi, sedikitpun kita tidak
merasa risih menjadikan mereka sebagai idola. Bahkan, ikut-ikutan semakin
berani menentang orang tua!!! Benar-benar masya Allah…
Tanpa pernah kita sadari seringkali kali kita menganggap orangtua,
khususnya ibu sebagai orang yang cerewet, suka mengatur, suka ngomel,
kolot,
atau tudingan miring yang membuat kita risih dan tidak suka berada didekatnya.
Bila ia menasehati dianggap sebagai omelan, sehingga kita harus menutup telinga
rapat-rapat, seakan-akan tidak ingin lagi mendengarkan suaranya, atau
membunyikan musik secara keras-keras. Bila ia memarahi, bisa saja suara kita
membalas dengan suara teriakan yang lebih keras, membentak-bentak, mengancam
akan meninggalkannya atau justru “mogok bicara” selama berhari-hari. Lahaulawalaquwwata
illa billah…
Pada saat yang deimikian itu, jangan mengira ibu tidak perih
hatinya terhadap perlakuan kasar kita. Namun, lantaran besarnya kasih sayangnya
ia redam emosinya, ia tahan kata-kata kasarnya. Tak jarang ia hanya
mengurut-urut dadanya yang semakin sesak. Apalah daya seorang ibu saat melihat
anak yang bersusah payah dirawat dan dibesarkan, ternyata pada saat sudah besar
berani bersikap kasar padanya. Tak ada yang dapat ia lakukan, selain hanya
tangisan kekecawaan. Namun, jangan kau anggap tangisan itu sebagai tangisan
kekalahan. Tangisan itu adalah tangisan dahsyat yang mampu membuat ‘arsy bergoncang
hebat. Tangisan itu adalah tangisan yang mengundang murka Tuhan. Nauzubillah…
Sobat, jangan biarkan air matanya menetes lagi. Sudah cukup banyak
ia mengeluarkan air mata kesedihan gara-gara perilakumu. Pada saat kau berada
di janinnya, kau begitu kuatnya menghentak-hentakkan kakimu menendang dinding
rahimnya, hingga membuatnya meringis kesakitan. Saat ibumu melahirkan, ia
berjuang antara hidup dan mati, antara air mata dan darah.
Sobat! Mari bayangkan bila jika ibunda yang kita anggap cerewet,
kampungan, ketinggalan jaman, “tukang ngomel” itu sudah tidak ada lagi.
Bayangkan jika ia terbujur kaku tak bergerak. Pada saat itu, kita tidak pernah
lagi mendengar omelannya. Kita tidak akan pernah melihat wajahnya lagi. Dan
kita tidak akan membuat air matanya menetes lagi untuk selama-lamanya!!!
Selama bundamu masih hidup, di sanalah kesempatanmu untuk
membahagiakannya. Buatlah bibirnya tersenyum, lantaran hatinya bangga memiliki
anak sepertimu. Do’akanlah bundamu dalam setiap munajatmu. Dialah orang yang
paling berharga yang kau miliki. Nilai kasih sayang seorang ibu tak sebanding
dengan nilai keseluruhan isi dunia. Ia t’lah menangis bersimpuh darah manakala
melahirkanmu. Maka saatnya kau harus membuatnya tersenyum bahagia, sebagaimana
kebahagiannya saat menyambut kelahiranmu! Jangan biarkan ada air mata lagi yang
menetes, setelah begitu banyak air matanya yang kau tumpahkan!
Bandingkan kasih sayangmu
Lelaki itu telah puluhan tahun merawat dan melayani ibunya yang
lumpuh. Ia menyuapi, memandikan, menggendong, serta membersihkan hadats sang
ibu. Dengan ikhlas ia menggantikan pakaian, menyisiri rambutnya, mewudhuinya
setiap shalat 5 waktu. Ia berbakti, karena ia tahu cara membalas budi. Ia
lakukan semata-mata menjunjung perintah agama.
Sampai suatu ketika, lelaki itu bertanya kepada Sayyidina Umar
al-Khatab, “Wahai Amirul Mu’minin, apakah pengabdianku ini sudah cukup membalas
budi baik ibuku?” Sayyidina Umar menjawab, ”Tidak! Tidak sebanding dengan
perngorbanannya merawatmu! Kau merawatnya sembari menunggu kematiannya,
sedangkan ia merawatmu sembari mengharap kehidupanmu!!!
Yach, kita merawat bunda yang tua sembari menunggu kematiannya,
sedangkan ia merawat sembari mengharap kehidupan kita!!!
Sobat, mari sejenak merenungi keadaan kita saat ini! Bagaimana
dirimu bisa tumbuh menjadi sehat sempurna, siapakah yang merawatmu? Siapakah
yang menyusuimu? Siapa yang menggendongmu saat kau merengek menangis? Siapa
yang memandikanmu? Siapa yang setia merawatmu saat kau sakit? Siapa yang
pertama kali mengajarkanmu berbicara?
“Ibumu!
Ibumu! Ibumu!” Tiga kali berulang-ulang Rasulullah Saw mengatakan
kepada seorang pemuda yang bertanya kepada siapakah ia lebih utama berbakti?
Pada jawaban keempat barulah Rasulullah Saw bersabda: “Ayahmu!” Seorang Ayah
juga berperan banyak dalam kehidupanmu, tapi perannya tak tergantikan oleh
peran bundamu.
Oleh karenanya Bang Haji melalui syairnya memberikan sesorah
kepada kita :
Hai manusia,
hormati ibumu
Yang melahirkan dan membesarkanmu
Darah dagingmu dari air susunya
Jiwa ragamu dari kasih-sayangnya
Dialah manusia satu-satunya
Yang menyayangimu tanpa ada batasnya
Doa ibumu dikabulkan Tuhan
Dan kutukannya jadi kenyataan
Ridla Ilahi karena ridlanya
Murka Ilahi karena murkanya
Bila kau sayang pada kekasih
Lebih sayanglah pada ibumu
Bila kau patuh pada rajamu
Lebih patuhlah pada ibumu
Bukannya gunung tempat kau meminta
Bukan lautan tempat kau memuja
Bukan pula dukun tempat kau menghiba
Bukan kuburan tempat memohon doa
Tiada keramat yang ampuh di dunia
Selain dari doa ibumu jua
Yang melahirkan dan membesarkanmu
Darah dagingmu dari air susunya
Jiwa ragamu dari kasih-sayangnya
Dialah manusia satu-satunya
Yang menyayangimu tanpa ada batasnya
Doa ibumu dikabulkan Tuhan
Dan kutukannya jadi kenyataan
Ridla Ilahi karena ridlanya
Murka Ilahi karena murkanya
Bila kau sayang pada kekasih
Lebih sayanglah pada ibumu
Bila kau patuh pada rajamu
Lebih patuhlah pada ibumu
Bukannya gunung tempat kau meminta
Bukan lautan tempat kau memuja
Bukan pula dukun tempat kau menghiba
Bukan kuburan tempat memohon doa
Tiada keramat yang ampuh di dunia
Selain dari doa ibumu jua
Saat kau berumur 1 tahun, ibu menyuapimu dan memandikanmu, sebagai
balasannya kau menangis sepanjang malam. Saat kau berumur 2 tahun, bunda
mengajarkanmu berjalan, saat bundamu memanggilmu, kau balas kabur
meninggalkannya berlari. Saat kau berumur 3 tahun, bunda memasakkan makanan
untukmu, namun kau balas dengan menumpahkannya karena kau memang tidak suka
makanan itu. saat kau berumur 4 tahun, bunda membelikanmu spidol untuk mengajarimu
menggambar, kau malah membalas dengan mencoret-ceoret dinding dan kordennya.
Saat kau berumur 5 tahun, bunda membelikan baju baru yang bagus
dan mahal, tapi kau balas mengotorinya dengan bermain-main tanah dan lumpur.
Saat kau berusia 6 tahun, ia mengantarmu ke sekolah, kau justru berontak tidak
mau sekolah. Saat kau berusia 7 tahun, bunda membelikanmu bola, kau justru
memecahkan kaca tetangga. Masya Allah!
Seringkali kita meminta bunda agar ia memenuhi keinginan-keinginan
kita yang sejatinya diluar batas kemampuannya. Namun, seringkali pula satu
permintaanya tidak mampu kita tunaikan. Kita seringkali menjadi raja, bila
orangtua kaya. Ironisnya, seringkali pula bunda menjadi pembantu bila sang anak
yang berkuasa.
Mengapa hidup kita seringkali dirundung musibah, hutang menumpuk,
rezeki mampet,
bala bencana datang bertubi-tubi? Coba chek and recek dulu! Siapa tahu ada kesalahan kita kepada
orangtua yang belum tertebus. Siapa tahu mereka belum tulus memaafkan kesalahan
kita. Sebab kehidupan kita tak akan pernah barokah, selama masih ada secuil
rasa kecewa yang masih mengendap di relung hati bunda. Kunci sukses adalah
membahagiakan hati orangtua. Di sanalah sumber keridhaan Allah. “Ridha Allah
terletak dalam ridha kedua orangtua, murka Allah terletak pada murka kedua
orangtua,” begitulah menurut hadits Nabi kita.
Salah seorang sahabat mendatangi Rasulullah Saw. dan bertanya,
“Wahai Rasulullah bagaimanakah cara aku berbakti kepada orangtuaku?”
Rasululullah Saw. bersabda, “Berdo’alah, ya Allah ampunilah dosa-dosaku dan
kedua orangtuaku. Kasihanilah mereka sebagaiamana mereka mengasihi aku sewaktu
kecil.” Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ad-Dailamy, Rasulullah Saw.
bersabda: “Apabila seseorang meninggalkan do’a bagi orangtuanya, maka akan
terputus rezekinya.” Wallohu a'lam bis showab.
Sumber inspirasi : http://www.masisironline.com/2010/10/21/the-great-power-of-mother-prayer%E2%80%99s-part-i/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar