Larangan Memperjual-Belikan Hasil Sembelihan (kulit, kepala, kaki)
Satu penyakit kronis yang menimpa ibadah qurban kaum muslimin bangsa kita, mereka tidak bisa lepas dari ‘fiqh praktis’ menjual kulit atau menggaji jagal dengan kulit. Memang kita akui ini adalah jalan pintas yang paling cepat untuk melepaskan diri dari tanggungan mengurusi kulit. Namun apakah jalan pintas cepat ini menjamin keselamatan??? Menjual kulit, kepala, kaki adalah suatu yang lazim pada sebagian kalangan panitia qurban demi efesiensi dan praktisisasi. Berdasarkan riwayat Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah beliau mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan aku untuk mengurusi penyembelihan onta qurbannya. Beliau juga
memerintahkan saya untuk membagikan semua kulit tubuh serta kulit punggungnya.
Dan saya tidak diperbolehkan memberikan bagian apapun darinya kepada tukang
jagal.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Merujuk hadits di atas maka memperjual-belikan
bagian hewan sembelihan, baik daging, kulit, kepala, teklek, bulu, tulang
maupun bagian yang lainnya adalah tidak
diperbolehkan. Bahkan terdapat ancaman keras dalam masalah ini, sebagaimana
hadis berikut:
من باع جلد أضحيته فلا أضحية له
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang menjual kulit
hewan qurbannya maka ibadah qurbannya tidak ada nilainya.” (HR.
Al Hakim 2/390 & Al Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan: Hasan)
Tetang haramnya pemilik hewan menjual kulit qurban merupakan pendapat mayoritas ulama, meskipun Imam Abu Hanifah menyelisihi mereka (boleh menukar dengan barang/daging) sedangkan Imam Atho' membolehkan menukarnya dengan uang lalu dibagikan kepada fakir miskin. Namun mengingat dalil pengharaman yang sangat tegas dan jelas maka yang PALING AMAN adalah tidak menjual kulit kurban.
Catatan:
- Termasuk
memperjual-belikan bagian hewan qurban adalah menukar kulit atau kepala
dengan daging atau menjual kulit untuk kemudian dibelikan kambing. Karena
hakekat jual-beli adalah tukar-menukar meskipun dengan selain uang.
- Transaksi jual-beli kulit
hewan qurban yang belum dibagikan adalah transaksi yang tidak sah. Artinya
penjual tidak boleh menerima uang hasil penjualan kulit dan pembeli tidak
berhak menerima kulit yang dia beli. Hal ini sebagaimana perkataan Al
Baijuri: “Tidak sah jual beli (bagian dari hewan qurban) disamping
transaksi ini adalah haram.” Beliau juga mengatakan: “Jual
beli kulit hewan qurban juga tidak sah karena hadis yang diriwayatkan
Hakim (baca: hadis di atas).” (Fiqh Syafi’i 2/311).
- Bagi
orang yang menerima kulit dibolehkan memanfaatkan kulit sesuai
keinginannya, baik dijual maupun untuk pemanfaatan lainnya, karena ini
sudah menjadi haknya. Sedangkan menjual kulit yang dilarang adalah menjual
kulit sebelum dibagikan (disedekahkan), baik yang dilakukan panitia maupun
shohibul qurban.
Nasehat & Solusi Untuk Masalah Kulit
Bertaqwalah kepada Allah wahai kaum muslimin… sesungguhnya ibadah qurban telah diatur dengan indah dan rapi oleh Sang Peletak Syari’ah. Jangan coba-coba untuk keluar dari aturan ini karena bisa jadi qurban kita tidak sah. Berusahalah untuk senantiasa berjalan sesuai syari’at meskipun jalurnya ‘kelihatannya’ lebih panjang dan sedikit menyibukkan. Jangan pula terkecoh dengan pendapat sebagian orang, baik ulama maupun yangngaku-ngaku ulama, karena orang yang berhak untuk ditaati secara mutlak hanya satu yaitu Nabi kita Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka semua pendapat yang bertentangan dengan hadis beliau harus dibuang jauh-jauh.
Tidak perlu bingung dan merasa repot. Bukankah Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu pernah mengurusi qurbannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jumlahnya 100 ekor onta?! Tapi tidak ada dalam catatan sejarah Ali bin Abi thalib radhiallahu ‘anhu bingung ngurusi kulit dan kepala. Demikianlah kemudahan yang Allah berikan bagi orang yang 100% mengikuti aturan syari’at. Namun bagi mereka (baca: panitia) yang masih merasa bingung ngurusi kulit, bisa dilakukan beberapa solusi berikut:
- Kumpulkan
semua kulit, kepala, dan kaki hewan qurban. Tunjuk sejumlah orang miskin
sebagai sasaran penerima kulit. Tidak perlu diantar ke rumahnya, tapi
cukup hubungi mereka dan sampaikan bahwa panitia siap menjualkan kulit
yang sudah menjadi hak mereka. Dengan demikian, status panitia dalam hal
ini adalah sebagai wakil bagi pemilik kulit untuk menjualkan kulit, bukan
wakil dari shohibul qurban dalam menjual kulit.
- Serahkan
semua atau sebagian kulit kepada yayasan islam sosial (misalnya panti
asuhan atau pondok pesantren). (Terdapat Fatwa Lajnah yang membolehkan
menyerahkan bagian hewan qurban kepada yayasan).
Larangan Mengupah Jagal Dengan Bagian Hewan
Sembelihan
Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu bahwa “Beliau pernah diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengurusi penyembelihan ontanya dan agar membagikan seluruh bagian dari sembelihan onta tersebut, baik yang berupa daging, kulit tubuh maupun pelana. Dan dia tidak boleh memberikannya kepada jagal barang sedikitpun.” (HR. Bukhari dan Muslim) dan dalam lafaz lainnya beliau berkata, “Kami mengupahnya dari uang kami pribadi.” (HR. Muslim). Danini merupakan pendapat mayoritas ulama (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/379)
Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu bahwa “Beliau pernah diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengurusi penyembelihan ontanya dan agar membagikan seluruh bagian dari sembelihan onta tersebut, baik yang berupa daging, kulit tubuh maupun pelana. Dan dia tidak boleh memberikannya kepada jagal barang sedikitpun.” (HR. Bukhari dan Muslim) dan dalam lafaz lainnya beliau berkata, “Kami mengupahnya dari uang kami pribadi.” (HR. Muslim). Danini merupakan pendapat mayoritas ulama (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/379)
Syaikh Abdullah Al Bassaam mengatakan, “Tukang jagal tidak boleh diberi daging atau kulitnya sebagai bentuk upah atas pekerjaannya. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Yang diperbolehkan adalah memberikannya sebagai bentuk hadiah jika dia termasuk orang kaya atau sebagai sedekah jika ternyata dia adalah miskin…..”(Taudhihul Ahkaam, IV/464). Pernyataan beliau semakna dengan pernyataan Ibn Qosim yang mengatakan: “Haram menjadikan bagian hewan qurban sebagai upah bagi jagal.” Perkataan beliau ini dikomentari oleh Al Baijuri: “Karena hal itu (mengupah jagal) semakna dengan jual beli. Namun jika jagal diberi bagian dari qurban dengan status sedekah bukan upah maka tidak haram.” (Hasyiyah Al Baijuri As Syafi’i 2/311).
Adapun bagi orang yang memperoleh hadiah atau sedekah daging qurban diperbolehkan memanfaatkannya sekehendaknya, bisa dimakan, dijual atau yang lainnya. Akan tetapi tidak diperkenankan menjualnya kembali kepada orang yang memberi hadiah atau sedekah kepadanya (Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi, 69)
Menyembelih Satu Kambing Untuk Makan-Makan Panitia?
Atau Panitia Dapat Jatah Khusus?
Status panitia maupun jagal dalam pengurusan hewan qurban adalah sebagai wakil dari shohibul qurban dan bukan amil (*****). Karena statusnya hanya sebagai wakil maka panitia qurban tidak diperkenankan mengambil bagian dari hewan qurban sebagai ganti dari jasa dalam mengurusi hewan qurban. Untuk lebih memudahkan bisa diperhatikan ilustrasi kasus berikut:
Adi ingin mengirim uang Rp 1 juta kepada Budi. Karena tidak bisa ketemu langsung maka Adi mengutus Rudi untuk mengantarkan uang tersebut kepada Budi. Karena harus ada biaya transport dan biaya lainnya maka Adi memberikan sejumlah uang kepada Rudi. Bolehkah uang ini diambilkan dari uang Rp 1 juta yang akan dikirimkan kepada Budi?? Semua orang akan menjawab: “TIDAK BOLEH KARENA BERARTI MENGURANGI UANGNYA BUDI.”
Status Rudi pada kasus di atas hanyalah sebagai wakil Adi. Demikian pula qurban. Status panitia hanya sebagai wakil pemilik hewan, sehingga dia tidak boleh mengambil bagian qurban sebagai ganti dari jasanya. Oleh karena itu, jika menyembelih satu kambing untuk makan-makan panitia, atau panitia dapat jatah khusus sebagai ganti jasa dari kerja yang dilakukan panitia maka ini tidak diperbolehkan.
(*****) Sebagian orang menyamakan status panitia qurban sebagaimana status amil dalam zakat. Bahkan mereka meyebut panitia qurban dengan ‘amil qurban’. Akibatnya mereka beranggapan panitia memiliki jatah khusus dari hewan qurban sebagaimana amil zakat memiliki jatah khusus dari harta zakat. Yang benar, amil zakat tidaklah sama dengan panitia pengurus qurban. Karena untuk bisa disebut amil, harus memenuhi beberapa persyaratan. Sementara pengurus qurban hanya sebatas wakil dari shohibul qurban, sebagaimana status sahabat Ali radhiallahu ‘anhu dalam mengurusi qurban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tidak ada riwayat Ali radhiallahu ‘anhu mendapat jatah khusus dari qurbannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jalan keluar untuk daging yang dimasak
bagi panitia dari mana?
Panitia adalah manusia biasa yang mengalami rasa capek dan lapar. Karena bekerja mulai dari pagi hingga siang hari bahkan hingga ashar. Daging yang dimasak dapat diambilkan dari jatah 1/3 sohibul kurban. Dengan catatan para sohibul kurban sebelumnya harus diberitahu (dimintai izin) bahwa dagingnya akan diambil beberapa kilo untuk kebutuhan makan seluruh panitia. Insya Allah ini merupakan jalan yang paling aman dan adil karena tidak mendholimi hak fakir miskin.
diramu dari berbagai sumber : diantaranya www.muslim.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar