TAUHID (2)
(dilihat dari sudut pandang lain)
(dilihat dari sudut pandang lain)
ALLAH BERSERU KEPADA HAMBA-NYA, "WAHAI HAMBA! ENGKAU TIADA MEMILIKI SESUATU PUN KECUALI APA YANG AKU KEHENDAKI UNTUK MENJADI MILIKMU. TIADA JUGA ENGKAU MEMILIKI DIRIMU, KARENA AKU-LAH MAHA PENCIPTANYA. TIADA PULA ENGKAU MEMILIKI JASADMU, MAKA AKU-LAH YANG MEMBENTUKNYA. HANYA DENGAN PERTOLONGAN-KU ENGKAU DAPAT BERDIRI, DAN DENGAN KALIMAT-KU ENGKAU DATANG KE DUNIA INI."
"WAHAI HAMBA! KATAKANLAH TIADA TUHAN MELAINKAN ALLAH, KEMUDIAN TEGAKLAH BERDIRI DI JALAN YANG BENAR, MAKA TIADA TUHAN MELAINKAN AKU, DAN TIADA PULA WUJUD YANG SEBENAR- BENARNYA WUJUD KECUALI UNTUK-KU, DAN SEGALA YANG SELAIN DARI PADA-KU ADALAH DARI BUAH TANGAN-KU DAN DARI TIUPAN ROH-KU."
"WAHAI HAMBA! SEGALA SESUATU ADALAH KEPUNYAAN-KU, BAGI-KU DAN UNTUK-KU. JANGAN SEKALI- KALI ENGKAU MEREBUT APA YANG MENJADI KEPUNYAAN-KU, NISCAYA AKAN KUBUAHKAN PENGEMBALIANMU DENGAN TANGAN-KU DAN KU-TAMBAH PADANYA DENGAN KEMURAHAN-KU, NISCAYA KU-SELAMATKAN ENGKAU DARI SEGALA SESUATU."
(HADITS QUDSY)
Dia adalah yang nyata dan bukan dinyatakan (Adh- Dhahir Walaisa Al- Madhahir). Sangat jauh sekali bedanya antara Yang Nyata dan yang dinyatakan. Yang Nyata tidak terkurung, tidak terbatas, tiada dinding, bebas lepas, maka Dia pun bertajalli dengan Sifat- Sifat-Nya, bertajalli dengan Asma- Asma-Nya, yang tidak dapat dihitung dan diperhitungkan.
Adapun yang dinyatakan itu merupakan kesatuan- kesatuan yang bermacam- macam pecahan, bagian- bagian, dan dibatasi dalam lingkup bingkai- bingkai yang berlain- lainan, maka yang bertajalli di balik kesemuanya ini adalah Hukum- Hukum- Nya, Nama- Nama- Nya, dan semua sifat- Sifat Ketuhanan. Karena itu, agama Allah (Islam) menggariskan pengertian bahwa hanya Dialah Yang Lahir dan Yang Bathin (HUWA DHAHIR WAL BATHIN). Yang Lahir adalah pekerjaan-Nya dan Yang Bathin adalah Dzat-Nya, dan tidaklah kami katakan bahwa "DIA" adalah yang dinyatakan.
Dan sangat kelirulah anggapan bahwa Allah itu adalah himpunan antara Yang Nyata dengan apa yang dinyatakan, karena itu sama saja dengan mengurung Tuhan dalam segala bentuk gambar- gambar yang bersifat benda di alam semesta, dan jelas yang demikian adalah mustahil bagi- Nya.
Mustahil Allah dapat dikurung oleh segala yang terjangkau oleh penglihatan mata, dan mustahil pula jika Allah itu dapat dihitung dengan bilangan- bilangan.
Dan apabila terdengar dari lisan seorang Sufi Muslim yang mengatakan bahwa dia melihat Allah (Ru'yatullah), maka yang dimaksud bukanlah penglihatan mata yang ada di kelopak matanya, melainkan penglihatan akal yang ada di hati nuraninya. Penglihatan rasa, perasaan terhadap hadirat Ilahiat, perasaan rindu yang merana, kecintaan yang lekat tiada daya untuk merentangnya, dan tidaklah kami sanggup untuk menguraikannya dengan kata- kata dan ibarat... Sekalipun rasa yang demikian menjalar ke seluruh tubuh dari mercu buana (ubun- ubun), hingga ke telapak tumit. Penglihatan hikmat kebijaksanaan yang amat tinggi dari aneka ragam gerak- gerik peristiwa.
"WAHAI HAMBA! KATAKANLAH TIADA TUHAN MELAINKAN ALLAH, KEMUDIAN TEGAKLAH BERDIRI DI JALAN YANG BENAR, MAKA TIADA TUHAN MELAINKAN AKU, DAN TIADA PULA WUJUD YANG SEBENAR- BENARNYA WUJUD KECUALI UNTUK-KU, DAN SEGALA YANG SELAIN DARI PADA-KU ADALAH DARI BUAH TANGAN-KU DAN DARI TIUPAN ROH-KU."
"WAHAI HAMBA! SEGALA SESUATU ADALAH KEPUNYAAN-KU, BAGI-KU DAN UNTUK-KU. JANGAN SEKALI- KALI ENGKAU MEREBUT APA YANG MENJADI KEPUNYAAN-KU, NISCAYA AKAN KUBUAHKAN PENGEMBALIANMU DENGAN TANGAN-KU DAN KU-TAMBAH PADANYA DENGAN KEMURAHAN-KU, NISCAYA KU-SELAMATKAN ENGKAU DARI SEGALA SESUATU."
(HADITS QUDSY)
Dia adalah yang nyata dan bukan dinyatakan (Adh- Dhahir Walaisa Al- Madhahir). Sangat jauh sekali bedanya antara Yang Nyata dan yang dinyatakan. Yang Nyata tidak terkurung, tidak terbatas, tiada dinding, bebas lepas, maka Dia pun bertajalli dengan Sifat- Sifat-Nya, bertajalli dengan Asma- Asma-Nya, yang tidak dapat dihitung dan diperhitungkan.
Adapun yang dinyatakan itu merupakan kesatuan- kesatuan yang bermacam- macam pecahan, bagian- bagian, dan dibatasi dalam lingkup bingkai- bingkai yang berlain- lainan, maka yang bertajalli di balik kesemuanya ini adalah Hukum- Hukum- Nya, Nama- Nama- Nya, dan semua sifat- Sifat Ketuhanan. Karena itu, agama Allah (Islam) menggariskan pengertian bahwa hanya Dialah Yang Lahir dan Yang Bathin (HUWA DHAHIR WAL BATHIN). Yang Lahir adalah pekerjaan-Nya dan Yang Bathin adalah Dzat-Nya, dan tidaklah kami katakan bahwa "DIA" adalah yang dinyatakan.
Dan sangat kelirulah anggapan bahwa Allah itu adalah himpunan antara Yang Nyata dengan apa yang dinyatakan, karena itu sama saja dengan mengurung Tuhan dalam segala bentuk gambar- gambar yang bersifat benda di alam semesta, dan jelas yang demikian adalah mustahil bagi- Nya.
Mustahil Allah dapat dikurung oleh segala yang terjangkau oleh penglihatan mata, dan mustahil pula jika Allah itu dapat dihitung dengan bilangan- bilangan.
Dan apabila terdengar dari lisan seorang Sufi Muslim yang mengatakan bahwa dia melihat Allah (Ru'yatullah), maka yang dimaksud bukanlah penglihatan mata yang ada di kelopak matanya, melainkan penglihatan akal yang ada di hati nuraninya. Penglihatan rasa, perasaan terhadap hadirat Ilahiat, perasaan rindu yang merana, kecintaan yang lekat tiada daya untuk merentangnya, dan tidaklah kami sanggup untuk menguraikannya dengan kata- kata dan ibarat... Sekalipun rasa yang demikian menjalar ke seluruh tubuh dari mercu buana (ubun- ubun), hingga ke telapak tumit. Penglihatan hikmat kebijaksanaan yang amat tinggi dari aneka ragam gerak- gerik peristiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar